Saya sendiri juga berpendapat bahwa banyak pelajar kita di LN.. yang jagonya cuma mengritik.. berikut
ini saya forwardkan posting yang saya lakukan di salah satu milis pelajar.... jelas posisi saya .. lebih baik..sedikit kritik..tapi
banyak bekerja ...daripada kebanyakan kritik..tetapi kalau ditanya bidangnya..nol...
I Made Wiryana
Membaca posting rekan rekan mengenai masalah Indonesia
dan tanggapannya. Saya ikut ikutan sedih.... terutama
mengenai kondisi Indonesia, dan mengenai tanggapan
rekan-rekan.
Saya sedih.. sekali melihat dollar yang menanjak
terus (saya nggak tahu dollar yang naik, atau rupiah
yang turun, atau kedua-duanya, saya buta soal ekonomi
dan politik).
Cuma koq yang saya lihat.. pada saat ini kita sepertinya
bersorak-sorak dengan nada getir di atas kesedihan saudara
kita di Indonesia. Membaca posting rekan rekan koq sebagian
besar seperti koor dengan logat Betawi "Gua bilangin juga
apa, .... loe dari dulu kagak percaya sih.....!" Persis
kayak Mandra.
Asal jangan dibalas dengan lagunya Miles Davies "So what ?"
Sepertinya memang kita senang ber"vokal group". Ketika kita di LN kita senang mengkritik, karena sebagian
besar lingkungan kita mengkritik. Ketika sudah sampai di Indonesia, kita rebutan proyek,
karena lingkungan kita memang rebutan proyek. Kenapa kita nggak berani bernyanyi solo, ketika yang lain
bilang A, dan kita ingin bilang B, kita bilang B. (Mungkin saya juga termasuk golongan ini, saya nggak berani
menilai sendiri, menunjuk ke orang lain kan lebih mudah dari pada menunjuk ke diri sendiri, liat aja kalau tangan menunjuk ke diri sendiri, pergelangan tangan kan lebih pegel).
Mungkin inget grup Musik "NETRAL" yang ketika orang asiknya mendayu dayu... mereka malah meluncurkan album "WALAAAAH!" yang kusut. Patut diacungi jempol. Atau saya jadi inget cerita Fisika, ketika orang semua menerima hukum thermodinamika mengenai entropi, Maxwell malah mengeluarkan cerita mengenai smart demon-nya, yang menantang teori entropi itu.
Saya nggak menyalahkan siapa siapa, karena toh orang lain sudah banyak yang melakukan hal itu. Saya cuma sedih. Yang saya sedihkan terutama dengan kondisi ini adalah:
- Penerbitan buku jadi banyak yang tutup, bagaimana mahasiswa
mahasiswa saya bisa pinter pinter kalau buku sulit diperoleh.
- TV dan Radio akan berkurang... bagaimana mereka bisa dapat
informasi, mungkin nanti malah jadi CNN minded (yang maaf,
antara kebenaran dan sensasi masih dipertanyakan).
- Internet, mungkin makin sulit dirasakan oleh mahasiswa
Indonesia (oh.. mahasiswa ku)... maaf saya mikir ini karena
memikirkan bayar SPRINTNET, MCI, dll akan makin tinggi, juga
bayar langganan VSAT, Microwave link, dll.
- Mungkin SPRINT dan MCI seneng.. karena bisa bikin POP di
Indonesia tanpa perlu bayar ke Indosat...he..he. siapa tahu.
- dll...... yang sedih sedih... (kayak film India aja...kalau
gitu harus cari tiang deh)
Sedangkan kita di sini yang di LN.. tenang tenang dan saling berebut "mengecam". Saya tidak membaca solusi-solusi yang enteng-enteng, dan mudah diaplikasikan dan yang terasa bagi orang orang sekitar kita. Maaf saya nggak bisa mikir yang muluk-muluk, karena saya orang lapangan. Intelegensi saya cuma pada
level mikir solusi yang enteng enteng aja... kalau yang sampai soal tinggi tinggi pusing.... karena cuma enak dikhayalin sulit diterapin....di samping itu saya juga mengidap Vertigo jadi kalau tinggi tinggi.. agak ngeri gitu lho....
Koq, nggak ada yang melontarkan, wah kalau gitu kita siap siap cari koneksi di sini supaya mau ngirim buku atau majalah ke perpustakaan di Uni kita masing-masing. Atau kita kirim buku buku second hand
di sini yang masih bisa dipakai. Atau wah kalau gitu kita cari mirror site sementara untuk Uni kita... siapa tahu linknya diputus, wah.. kalau gitu gua pasang Lotto siapa tahu dapat. terus gua kirim buat sanak, famili, tetangga, keluarga.... setelah itu berkhayal lagi biar dapat Lotto.
Kenapa kita selalu concern sesuatu hal hanya dari arah angin bertiup, yang banyak orang lain juga seneng.... Ketika semua senang reggae kita nyanyi reggae.... semua koor "No Woman .... no cry....",
ketika semua seneng lagu melankolis semua koor "And I say yes..you are wonderful..tonigth". Dengan ritme dan variasi yang sama..... nggak beda dengan Bob Marley dan Eric Clapton aslinya.
Nggak ada yang nekat menyanyi seperti Salena Jones menyanyikan "Just the way you are"-nya Billy Joel.
Mungkin kita sendiri para "melek Internet" ini juga berkontribusi menyebabkan kondisi sulitnya perekonomian. Kita semua di milis, yang sedang di LN, "koor" mengenai sulitnya keadaan Indonesia,
sehingga para stock holder, dan spekulan valas, jadi yakin kondisi Indonesia memang parah sekali, terus mereka menarik investasi, dan membeli dollar, akhirnya....wah .. kalau gitu kita juga penyebabnya.....dong.. nggak tahu ah.. mungkin terpengaruh "Moths to Flame"-nya Rawlins.
Liat aja koor para LIPIwan,...cucuruap..cuap..cuap. Bahkan banyak yang menulis "ini salah, ... itupun salah, tanpa memberi tahu mana yang benar", "nyumbang salah, nggak nyumbang salah".....
Sebab setahu saya memang permainan valas, comex, stock, sangat bergantung issue, dan prediksi. Memang untuk hal ini sulit dibuktikan seperti kata Goedel, pernyataan matematis aja
sulit untuk benar-benar dibuktikan kebenarannya, pembuktian satu teorema membutuhkan teorema lain, dan teorema ini membutuhkan teorema lain...begitu seterusnya ad infinitum......
Akhirnya kita berhenti di "semi decidable aja", karena nggak ketemu buktinya bahwa A=TRUE.. maka dianggap aja A=FALSE.
Apalagi keadaan dunia... yang stochastic kah ? deterministic dynamic kah...? Mengikuti kuantum kah ? nggak ada yang pasti... Seperti kata Niels Bohr "bahasa baik verbal maupun matematis
sangat terbatas untuk menjelaskan fenomena alam", seperti halnya puisi yang begitu terbatas untuk menjelaskan perasaan kita. Teringat tulisannya Johnson, hukum di dunia ini bagaikan
lapisan cake, pada lapisan bahwa tingkat sub atomik, hukum kuantum yang berlaku, agak besar, hukum kimia, lebih besar, newton, hingga ke lebih besar masyarakat, hukum sosilogi, dan ekonomi.
Terus yang jadi pertanyaan seperti yang dilontarkan Gell-Mann, mengenai coarse-graining problem, siapa yang menentukan berlakunya hukum-hukum ini pada lapisan lapisan itu ....????
Nggak tahu deh... mungkin kebanyakan baca "causal logic and analysis" stuff, sehingga pemikiran saya terlalu mengada-ada. Sehingga nggak tahu apa yang dimaksud dengan "logika yang lurus" dari
Wimar Witoelar. Karena yang saya pelajari, logika itu banyak sekali, apakah logika lurus itu logikanya Aristoteles, atau logika deontic... nggak tahu saya.... Yang penting saya sekarang
lagi mau bikin mirror site, cadangan siapa tahu VSAT, dan SPRINT jadi mahal sekali.. kalau milis dan web site mahasiswa saya mengalami kesulitan kan nggak lucu.... mudah mudahan sih tidak.. karena
mahasiswa harus tetap belajar lebih maju, dan untungnya Uni saya sudah commit dalam hal itu.
OK.. saya nggak mau komentar banyak lagi.. karena pasti banyak rekan rekan sebel membacanya.... dan lagi maaf saya menulis ini bukan karena apa apa.. karena memang lagi sedih.... oh... rupiah..... eh... ada juga sih sedikit senengnya... sekarang banyak persh, cari mahasiswa saya...soalnya bayar programmer
dan analis asing... mahal... he..he..
Sebagai penutup saya kutipkan salah satu paradox dari ilmu logika "Jangan percaya saya, saya selalu menipu". Percayakah anda pada saya?, kalau anda percaya pernyataan di atas, berarti
saya bukan menipu, karena saya telah tidak menipu, dan gugurlah pernyataan itu, berarti anda tidak percaya juga
...
NB :
maaf untuk lagu-lagu saya ambil dari penyanyi LN, sebab saya takutnya kalau pakai contoh lagu penyanyi Indonesia,
pada kurang percaya...he.he. sebab sebagian besar orang Indonesia lebih percaya koran atau TV asing, daripada koran
atau TV bangsa dewek.... kalau pakai lagu bangsa dewek aya pilih.....lagu SEMUT HITAMnya GOD BLESS..
"Semut semut seirama, semut semut yang senada
Nyanyikan himne bersama, MAKAN MAKAN MAKAN."
Dan saya tutup dengan lagunya LEO KRISTI
"Kini tiba saatnya, nyalakan bara api,
Angin bertiup semakin dingin....... Jabat tangan erat-erat
Saudaraku...."