Suluh Demokrasi
ICMI ADA DI BALIK UPAYA ADU DOMBA MAHASISWA DAN UMAT


(Diambil dari artikel SiaR-News), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), sebuah organisasi "kecendikiawanan" muslim yang didirikan "Presiden" BJ Habibie, diperkirakan berada di balik upaya pengadu dombaan mahasiswa dengan mereka yang mengatas-namakan umat Islam. Dalam sebuah aksi unjuk rasa di gedung DPR/MPR, Senin (14/9) kemarin, ratusan massa yang mengaku berasal dari berbagai organisasi Islam mengecam aksi mahasiswa yang dinilai menyengsarakan rakyat.

Salah satu spanduk yang dibawa demonstran diplesetkan dari singkatan FORKOT jadi "Forum Komunis Total". Spanduk ini menarik perhatian sejumlah wartawan dan masyarakat pemakai jalan, karana isinya hampir sama dengan ribuan spanduk yang sekarang bertebaran di pelosok Jabotabek. Di Tanjungpriok, sejumlah spanduk mencolok bertulisan memojokkan mahasiswa dan sebaliknya mendukung ABRI diletakkan di tempat-tempat strategis.

"Forkot, Kader-kader PKI Dalang Kerusuhan dan Penjarahan", "Apapun Yang Terjadi, Kami Tidak Lupa Jasa ABRI Menumpas PKI", demikian tulisan di beberapa spanduk.

Sumber SiaR di kalangan aktivis ormas Islam menyebutkan demo tandingan dan penyebaran spanduk tersebut merupakan upaya ICMI dan kelompoknya yang beraliansi dengan militer, yaitu Kodam V Jaya, untuk mendiskreditkan gerakan mahasiswa, para pahlawan reformasi sesungguhnya.

"Secara formal, ICMI kini berada di pusat kekuasaan, mereka juga memiliki kekuatan sumber dana untuk menggalang kekuatan," ucap sumber tersebut. Menurutnya, meskipun sebenarnya tidak laku lagi, tapi isu dan stigma komunis merupakan media yang paling memungkinkan bagi pemerintahan Habibie dan kawan-kawannya untuk mendiskreditkan para pahlawan reformasi, gerakan mahasiswa yang kini kembali marak.

Mereka yang berdemonstrasi di gedung DPR/MPR kemarin petang berasal dari Gerakan Reformasi Anti Anarki (Gerak), Forum Penyelamat Reformasi, Gerakan Reformasi Masyarakat Banten, Penyaluran Aspirasi Kaum Buruh Indonesia, dan Masyarakat Peduli Bangsa.

"Kami meminta mahasiswa, buruh, dan masyarakat untuk menghentikan demo," demikian pernyataan jubir demonstran.

Apa yang disuarakan para demonstran tandingan tersebut jelas berbeda dengan apa yang ditegaskan para cendekiawan belum lama ini, bahwa demonstrasi mahasiswa kembali marak, karena pemerintah dinilai lamban dan tidak memiliki konsep yang jelas untuk segera mengatasi krisis yang terjadi. Sosiolog senior Prof Dr Selo Sumardjan menyatakan, mahasiswa dan rakyat melihat setelah tiga bulan berjalan pemerintahan transisi Habibie, harga-harga sembako malah membubung tinggi melampaui harga-harga sebelum Soeharto jatuh.

"Sementara reformasi politik tak kunjung tiba, yang ada malah pemerintah memaksakan kehendak dengan menerbitkan Perpu No.2/1998. Pemberantasan KKN juga dinilai lamban dan ditutup-tutupi, terutama yang menyangkut Soeharto dan keluarganya. Hal ini melahirkan kejengkelan mahasiswa," ucapnya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Forkot ketika dihubungi, menyatakan tidak gusar dan tidak kaget dengan adanya demo tandingan dan spanduk-spanduk yang memojokkan mereka. Menurut mereka, itu justru menunjukkan kebenaran argumentasi Forkot selama ini bahwa rezim Habibie merupakan kelanjutan dari Orde Soeharto.

"Itu kan pola-pola lama, mengadu domba, memecah-belah, memberi stigma. Habibie kan mengaku Soeharto guru besarnya," ujar seorang mahasiswa ISTN yang tergabung dalam Forkot.***