MEREFLEKSI EMBRIO TOTALITER ORDE BARU
Bangsa Indonesia untuk pertama kalinya akan memperingati peristiwa bersejarah Revolusi Indonesia, yaitu 30 September yang disebut Orde Baru sebagai pemberontakan G-30S-PKI dan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila - tanpa Soeharto sbg presidennya.
Peristiwa bersejarah pembantaian 7 jenderal pada 30 September 1965 itu
merupakan titik balik yang mengawali akhir kekuasaan pemerintahan Soekarno
dan mengawali kelahiran rejim Orde Baru pimpinan Soeharto yang totaliter,
yang mengkooptasi Pancasila dan UUD 45 dengan interpretasi tunggal secara
sepihak demi keuntungan kekuasaan, memungkinkan pemusatan kekuasaan politik
dan ekonomi di satu tangan dan dengan demikian semua penyelewengan yang
dilakukan pihak penguasa menjadi tidak terjangkau sanksi hukum karena
konstitusional sempurna. Rejim Orde Baru inilah yang memperkaya diri sendiri
(kelompok penguasa) dan akhirnya menyengsarakan seluruh rakyat,
menghempaskan seluruh negeri dalam kemiskinan terburuk di dunia.
Rangkaian peristiwa terpenting dalam sejarah transisi kekuasaan Orde Lama ke
Orde Baru dapat ditinjau dari 3 titik utama, masing2 di tahun 1965, 1966,
dan 1967, yaitu:
- 30 September 1965: Pembantaian 7 Jenderal Pahlawan Revolusi (G-30S-PKI)
- 11 Maret 1966: Dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret
- 12 Maret 1967: TAP MPRS ttg Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan dari Soekarno
Jadi, diawali pemberontakan G-30S-PKI tahun 1965, titik sejarah memuncak
dengan adanya Super Semar tahun 1966, dan mencapai klimaksnya dengan
pemecatan Soekarno dan diangkatnya pejabat presiden, Soeharto. Maka,
terbukalah jalan bagi Soeharto untuk mengembangkan rejim Orde Baru seperti
yang sekarang ini telah diketahui seluruh rakyat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa G-30S merupakan embrio Orde
Baru yang sedang berusaha diakhiri secepat mungkin. Dan sekarang, ketika
Indonesia memasuki tahap awal revolusi yang dicita-citakan melahirkan satu
"orde kedaulatan rakyat", amatlah penting bagi kita untuk membuka kembali
catatan seputar peristiwa bersejarah 1965-66-67. Pelajaran sejarah itu akan
menjadi refleksi bagi bangsa Indonesia di masa kini agar tidak mengulangi
lagi kesalahan masa lalu. Refleksi ini akan menjadi rekonstruksi sejarah
yang diperlukan untuk membangun konstruksi "orde kedaulatan rakyat".
Konstruksi itu akan menjadi sejarah masa depan bangsa Indonesia. Inilah
pentingnya merefleksi sejarah bangsa kita, syukur-syukur bisa meluruskan
sejarah.
Refleksi sejarah ini terdiri dari catatan peristiwa dan dokumen bersejarah,
akan dikirimkan setiap hari dengan judul seri "Indonesia 66". Ini karena
kami anggap tahun 1966 adalah "sentral sejarah" dari peristiwa 65-66-67.
Juga mengingatkan masih adanya PR sejarah 66 tentang Super Semar yang
misterius, keterlibatan Soeharto dalam G-30S, dan sinyalemen kup $eharto
terhadap Soekarno. Mohon maaf, "Indonesia 66" sama sekali tidak bermaksud
membesarkan "Angkatan 66" yang banyak melahirkan oknum hipokrit.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa belajar dari sejarah. "Jangan
sekali-sekali melupakan sejarah," begitu pidato "JAS MERAH" Bung Karno.
Marilah kita perkaya seri bersejarah "Indonesia 66" dengan mengirimkan
dokumen dan catatan2 bersejarah yang ada. Kiranya kita dapat memperingati
peristiwa bersejarah 30-S dan 1 Oktober dengan rekonstruksi sejarah.(*SP)
Sumber: Pusat Informasi dan Kajian Reformasi Total Gerakan Sarjana Jakarta