Suluh Demokrasi
DAFTAR KEKAYAAN SOEHARTO VERSI GEORGE ADI TJONDRO


Britania Raya:
* Lima rumah seharga antara 1-2 juta Poundsterling (1 Poundsterling = Rp.20.000) di London, yang terdiri dari:
= rumah Sigit Harjojudanto di 8 Winington Road, East Finchley
= rumah Sigit Harjojudanto di Hyde Park Crescent
= rumah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) di daerah Kensington
= rumah Siti Hediyati Haryanti (Titiek Prabowo) di belakang Kedubes AS di Grosvernor Square
= rumah Probosutedjo di 38A Putney Hill, Norfolk House, London SW.15/6 AQ : 3 lantai, dengan basement.
(sumber-sumber: Tiara , 5 Desember 1993: 35; Forum Keadilan , 1 Juni 1996: 47; Dewi , Juni 1996; Swa , 19 Juni - 9 Juli 1997: 85; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; mahasiswa Indonesia serta wartawan Inggris dan Indonesia di London dan Jakarta).

Amerika Serikat:
* dua rumah Dandy N. Rukmana dan Dantu I. Rukmana (anak laki-laki dan anak perempuan Tutut) di Boston, dengan alamat:
= 60 Hubbard Road, Weston, Massachussets (MA) 02193 (sejak Juli 1995)
= 337 Bishops Forest Drive, Waltham, MA 02154 (sejak Februari 1992)

* dua rumah anak-anak Sudwikatmono di:
= Hillcrest Drive, Beverly Hills, California,
= Doheney Drive, Beverly Hills, California

* rumah peristirahatan keluarga Suharto di Hawaii.

(sumber-sumber: Eksekutif , Maret 1990: 133-134; Tiara , 5 Desember 1993: 35; Far Eastern Economic Review , 9 April 1998; Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; hasil investigasi aktivis pro-demokrasi Indonesia di AS)

Laut Karibia:
* rumah-rumah peristirahatan keluarga Suharto di Kepulauan Bermuda dan Cayman

(sumber-sumber: Ottawa Citizen , 16 Mei 1998; Die Welt , 23 Mei 1998).

Surinam:
Raden Notosoewito, adik tiri Suharto dari Desa Kemusuk, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta, adalah ketua Yayasan Kemusuk Somenggalan. Yayasan ini adalah pemegang saham PT Mitra Usaha Sejati Abadi (MUSA), holding company dari satu konglomerat yang punya berbagai bidang usaha di Indonesia (Solo, Yogya, Malang, DKI Jaya), Singapura, Hong Kong, dan Surinam.

Di negeri yang tersebut terakhir itu, Surinam, konglomerat ini pada tahun 1993 mendapat konsesi hutan seluas 150 ribu hektar di Distrik Apura, Surinam bagian Barat. Konsesi itu merupakan awal dari rencana MUSA untuk menanamkan modal sebesar US$ 1,5 milyar, sebagian besar untuk sektor kehutanan.

Konsesi hutan ini, serta praktek MUSA Group untuk juga memborong kayu dari daerah di luar konsesinya sendiri, telah mendapatkan serangan dari gerakan lingkungan di mancanegara. Selain dampak lingkungan dan budayanya yang sangat merusak bagi suku-suku Amerindian Maroon di Distrik Apura, yang juga jadi sorotan adalah bagaimana konsesi itu diperoleh berkat 'diplomasi tingkat tinggi' antara Suharto, sebagai Ketua Gerakan Non-Blok waktu itu, dengan para petinggi Surinam yang keturunan Jawa, khususnya Menteri Sosial Surinam, Willy Sumita. Diplomasi tingkat tinggi, di mana konon uang sogokan sebanyak US$ 9 juta berpindah ke tangan para politisi, dikenal di sana dengan istilah "The Indonesian Connection". Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Yayasan Kemusuk Somenggalan, yang beroperasi di Paramaribo, ibukota Surinam dengan bantuan Kedubes RI di sana, adalah menawarkan bantuan untuk renovasi Istana Presiden Surinam. Proyek itu ditawarkan untuk diborong oleh anak perusahaan MUSA sendiri.

(sumber-sumber: Kompas , 15 Maret 1993, hal. 14 [iklan ucapan selamat atas terpilihnya Suharto dan Tri Sutrisno sebagai Presiden & Wk. Presiden RI]; EIA, 1996: 32; Skephi & IFAW, 1996; Friedland & Pura, 1996; Harrison, 1996; de Wet, 1996; Toni and Forest Monitor, 1997: 26-27, 29-30)

Aotearoa (New Zealand):
* kawasan wisata buru seluas 24,000 Ha bernama Lilybank Lodge di kaki Mount Cook dan di tepi Danau Tekapo di Southern Island bernilai NZ$ 6 juta (1 NZ$ = Rp 4000), yang dibeli lisensinya dari Pemerintah NZ oleh Tommy Suharto tahun 1992.

(sumber: AFP , 20 Mei 1998; Australian Financial Review , 27 Mei 1998; hompage: www.lilybank.co.nz ; hasil investigasi lapangan G.J. Aditjondro ke Lilybank, bulan Februari 1998).

Australia:
* kapal pesiar mewah (luxury cruiser ) milik Tommy Suharto seharga Aust$ 16 juta (1 Aust$ = Rp 5.000), yang diparkir di Cullen Bay Marina di Darwin.

* merger antara perusahaan iklan ruang asal Melbourne, NLD, dengan kelompok Humpuss milik Tommy & Sigit, tahun 1997, berbarengan dengan pembelian saham perusahaan iklan ruang terbesar di Malaysia, BTABS (BT Advertising Billboard Systems), memberikan Tommy dan partner Australianya, Michael Nettlefold, konsesi atas billboards di sepanjang freeways di Negara Bagian Victoria, Australia, serta sepanjang jalan-jalan toll NLD-Humpuss di Malaysia, Filipina, Burma dan Cina.

* perjanjian persekutuan strategis (strategic alliance ) antara Kelompok Sahid milik Keluarga Sukamdani Gitosarjono dengan Kemayan Hotels and Leisure Ltd., yang ditandatangani bulan Desember 1997, memungkinkan Sahid ikut memiliki 50 hotel milik Park Plaza International (Asia Pacific) di kawasan Asia-Pasifik serta 180 hotel Park Plaza di AS. Dengan demikian, 24 hotel milik kelompok Sahid di Indonesia dan Medinah, Arab Saudi, diganti namanya menjadi Sahid Park Plaza Hotel.

Harap diingat bahwa Sukamdani Gitosardjono, sejak 28 Oktober 1968 menjabat sebagai Ketua Harian Yayasan Mangadeg Surakarta, yang didirikan dengan dalih membangun dan mengelola kuburan keluarga besar Suharto. Jadi tidak tertutup kemungkinan, bahwa ekspansi Kelompok Sahid ke Arab Saudi, AS, dan Asia-Pasifik melalui Kelompok Kemayan/Park Plaza ini, juga memperluas sumber pendapatan keluarga Suharto di berbagai negara itu.

(sumber-sumber: Tempo , 3 Desember 1977: 8-9; Info Bisnis , Juli 1994: 9-23; Kontan , 10 Maret 1997; Australian Financial Review , 17 Desember 1997, 13 Maret 1998; Weekend Australian , 10-11 Agustus 1998; Sydney Morning Herald , 17 Agustus 1996, 11 Desember 1997, 6 April 1998; The Suburban , Darwin, 11 Juni 1998; Port Phillip/Caulfield Leader , 22 Juni 1998; sumber-sumber lain).

Singapura:
* perusahaan tanker migas milik Bambang Trihatmodjo dkk, Osprey Maritime, yang total memiliki 30 tanker, dengan nilai total di atas US$ 1,5 milyar (US$ 1 = Rp 10.000). Sejak Juni 1996, dua tanker Osprey, yakni Osprey Alyra dan Osprey Altair, dikontrak oleh Saudi Basic Industrial Corporation untuk mengangkut minyak dan produk-produk petrokimia dari Arab Saudi ke mancanegara. Dengan akuisisi perusahaan tanker Norwegia yang terdaftar di Monaco, Gotaas-Larsen, oleh Osprey Maritime yang disepakati bulan Mei 1997, perusahaan milik Bambang Trihatmodjo ini menjadi salah satu maskapai pengangkut migas terbesar di Asia.

(sumber-sumber: Economic & Business Review Indonesia , 5 Juni 1996; Asiaweek , 23 Mei 1997: 65; LNG Current News , 13 Februari 1998).

* perusahaan tanker migas milik Tommy & Sigit, Humpuss Sea Transport Pte. Ltd., adalah anak perusahaan PT Humpuss INtermoda Transport (HIT), yang pada gilirannya adalah bagian dari Humpuss Group. Tapi dengan berbasis di Singapura, perusahaan itu -- yang berpatungan dengan maskapai Jepang, Mitsui O.S.K. Lines -- dapat mengoperasikan ke-13 tanker migas dan LNGnya, lepas dari intervensi Pertamina pasca-Reformasi. Ini setelah berhasil menciptakan reputasi bagi dirinya sendiri berkat kontrak jangka panjangnya dengan Taiwan. Perusahaan Singapura ini pada gilirannya punya anak perusahaan yang berbasis di Panama, First Topaz Inc.

(sumber-sumber: Swa , Mei 1991: 45-46; Prospek , 18 Januari 1992: 40-43;Info Bisnis , November 1994: 12; Jakarta Post , 20 November 1997).

Malaysia, Filipina, Burma, dan Cina:
* di ke-4 negara Asia ini, Siti Hardiyanti Rukmana masih menguasai jalan-jalan tol sebagai berikut:
= 166,34 Km jalan toll antara Wuchuan - Suixi - Xuwen di Cina;
= 83 Km Metro Manila Skyway & Expressway di Luzon, Filipina;
= 22 Km jalan toll antara Ayer Hitam dan Yong Peng Timur, yang merupakan bagian dari jalan tol Proyek Lebuhraya Utara Selatan sepanjang 512 Km yang menghubungkan Singapura, Johor, sampai ke perbatasan Muangthai di Malaysia;
= ?? Km jalan toll patungan dengan Union of Myanmar Holding Co. di Burma.

(sumber-sumber: Info Bisnis , Juni 1994: 11-12; Swa , 5-18 Juni 1997: 47; AP , 21 Februari 1997; Economic & Business Review Indonesia , 5 Maret 1997: 44).

Asia, Pasifik, dan Eropa:
* Sudwikatmono, adalah pemegang saham minoritas (10%) dalam maskapai transnasional (transnational company ), First Pacific Group, yang berbasis di Hong Kong dan dipimpin oleh manajer profesional asal Filipina, Manuel Pangilinan. Divisi properti TNC ini bernama First Pacific Davies, yang punya ratusan kantor cabang di kawasan Asia dan Pasifik, dan merupakan pengelola atau pemilik real estates bernilai jutaan dollar AS. Sejak 1 Oktober yad, perusahaan ini akan berganti nama menjadi FPD Savills, setelah 17 September lalu membeli saham mayoritas dalam perusahaan konsultan properti Inggris, Weatherall Green & Smith (WGS). Soalnya, 51% saham dalam WGS dibeli oleh perusahaan Inggris, Savills Plc seharga 3,2 juta Poundsterling, sedangkan perusahaan Inggris ini, 20% sahamnya milik FPD pusat di Hong Kong.

Walaupun Sudwikatmono hanya merupakan pemegang saham minoritas, toh dengan omset FPD yang pada tahun 1995 mencapai US$ 5,2 milyar, dengan nilai modal di bursa saham Hong Kong melebihi US$ 3,3 milyar, perusahaan properti dengan lebih dari 45 ribu karyawan di 40 negara itu merupakan sapi perahan yang sangat menguntungkan keluarga Suharto.

Memang betul bahwa First Pacific Davis sudah mentransfer 5% dari saham perusahaan induknya ke pemerintah Indonesia, guna membayar hutang Rp 48 trilyun rupiah dari bank kelompok Salim, Bank Central Asia. Namun itupun baru separuh dari saham keluarga Suharto -- yang diwakili oleh Sudwikatmono -- dalam maskapai transnasional Asia ini.

Krisis moneter sejak tahun lalu, tidak terlalu merugikan FPD maupun perusahaan induknya, First Pacific Group, karena mereka melego anak perusahaan mereka yang berbasis di Belanda, Hagemeyer N.V. seharga US$ 1,7 milyar.

Dengan terbentuknya perusahaan patungan dengan WGS, FPD Savills memperoleh sederetan kantor cabang baru di Frankfurt, Berlin, Dusseldorf, Muenchen, Essen, Madrid dan Paris, dan rencana ekspansi ke Negeri Belanda, Italia, Swiss, Yunani, Irlandia, Swedia, Denmark dan Finlandia sudah berada di ambang pintu.

(sumber-sumber: The Australian , 23 September 1996 (iklan First Pacific), 18 September 1998; The Australian Financial Review , 17 April 1998; South China Morning Post , 24 September 1998; Soetriyono, 1988: 66).